Pemakaian Pupuk Organik Mengurangi Beban Subsidi Pemerintah

Benarkah bahwa pemakaian pupuk organik membantu mengurangi beban subsidi pemerintah? Saya kira benar sekali.  Beban pemerintah saat ini cukup berat termasuk pengadaan pupuk untuk subsidi petani untuk seluruh pelosok nusantara. Tidak mudah menyediakan pupuk subsidi dengan jangkauan yang begitu luas.

Oleh karena itu, peran pemerintah  dan swasta untuk kembali ke pupuk organik seharusnya menjadi keharusan (conditione sine qua non), bukan sekedar wacana saja. Memang saat ini adalah suatu  sebuah kenyataan bahwa banyak petani enggan menggunakan  pupuk organik atau pun pupuk hayati? Mengapa? Apakah karena mereka tidak tahu, tidak mau tahu atau bagaimana? Ini memang perlu sedikit  permenungan.

Sebenarnya pupuk organik sudah lama dikenal para petani, bahkan barangkali jauh sebelum Revolusi Hijau yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1960-an. Sedangkan pupuk hayati dikenal petani sejak proyek intensifikasi kedelai pada tahun 1980-an. Namun sejak Revolusi Hijau petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan (kimia) karena praktis penggunaanya dan sebagaian besar varietas unggul memang membutuhkan hara makro  (NPK khususnya) yang tinggi dan harus cepat tersedia.

Kebangkitan masyarakat terhadap pemakaian pupuk anorganik saat ini karena mereka melihat dampak penggunaan pupuk kimia terhadap lingkungan. Salah satunya adalah penuruan kesuburan tanah. Dan karena hal ini mendorong sebagian petani untuk kembali kepada pupuk organik yang sudah lama digeluti oleh nenek moyang kita.

Seperti diketahui bahwa  pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik  yang berasal dari tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara  yang tersedia bagi tanaman. Sedangkan pupuk hayati (Misalnya pupuk Dinosaurus) merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Sementara itu pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Kita ketahui pula bahwa  sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, tongkol jagung, ampas tebu, serabut kelapa), limbah ternak, limbah industri, yang menggunakan  bahan pertanian, dan limbah kota.

Bahan-bahan organik itu saat ini sangat berlimpah, tanpa kekurangan. Oleh karena itu jika pemerintah dan swasta bergandengan tangan untuk mengembangkan pupuk organik atau sedikit lebih maju dengan pupuk hayati, akan sangat membantu pemerintah mengurangi beban subsidi pemerintah. Semuanya ini akan berhasil dengan baik kalau memang ada ‘political will”  dari pemerintah untuk kembali kepada pupuk organik atau pupuk hayati agar kesuburan tanah terjaga. Sebenarnya banyak petani mengeluh karena tanahnya tidak subur lagi walau diguyur dengan berton-ton pupuk anorganik. Yang pasti pupuk kimia yang berlebihan akan mematikan mikroorganisme tanah sehingga tanah tidak ada pengurainya lagi. Tanah butuh mikroorganisme  untuk mengurai tanah, sehingga tanah kembali menjadi gembur. Kalau dirasakan gembur pasti tanah itu subur. Tanah  yang subur membuat tanaman tumbuh berkembang dengan baik sehingga hasil panenan meningkat. Dengan pemakaian pupuk organik dan juga pupuk hayati, maka petani diuntungkan, dan  sekaligus membantu pemerntah mengurangi subsidi pupuk.  Salam dino.-*** (js).

Baca juga Pertanian organik menyejahterakan petani secara berkelanjutan

Chinese (Simplified)EnglishIndonesian
×