“Mengapa pupuk hayati?” Pertanyaan yang sering terlintas di benak masyarakat khususnya yang bercocok tanam. Pertanyaan ini penting kita pahami dengan baik. Sejarah membuktikan bahwa sejak tahun 1969, penggunaan pupuk anorganik (kimiawi) di Indonesia melalui program intensifikasi masal cukup menyita hati kita. Dampak dari intensifikasi pemakaian pupuk kimia ini dalam waktu singkat meningkatkan produksi pertanian secara signifikan. Dan Indonesia pernah mendapat penghargaan dari Badan Pangan Dunia (FAO) tahun 1986 karena mampu berswasembada beras. Nampaknya ini hanya menjadi catatan kecil saja, karena realitasnya Indonesa masih mengimpor beras dari negara lain setiap tahunnya.
Suatu catatan yang sangat penting bahwa pemakaian pupuk anorganik (kimia) yang terus menerus dan dalam waktu yang lama, ternyata sangat berdampak kepada lingkungan, khususnya tanah yang menjadi rusak, sehingga tanah menjadi “bantat” yang menyebabkan pengakaran suatu tanaman yang tidak lagi bekerja dengan baik. Selain itu akibat pemakaian pupuk kimia yang berkepanjangan menyebabkan tanah menjadi jenuh. Artinya seberapa banyakpun pupuk kimia diberikan kembali tidak akan berguna sehingga produktivitas tidak akan meningkat. Karena tanah tidak merespons terhadap pupuk kimia yang disebarkan.
Pengalaman membuktikan bahwa pada umumnya petani di Indonesia mengaplikasikan pemakaian pupuk yang bersifat parsial, hanya memupuk unsur N (Urea), P (SP-36) dan K (KCl) saja, pupuk lain tidak dilakukan, terutama unsur mikro, akibatnya terjadi kemiskinan unsur hara tertentu, dan penimbunan unsur hara tertentu dalam tanah.
Sementara tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, mutlak membutuhkan 16 unsur hara (makro dan mikro) yang disebut unsur hara esensial. Masing-masing unsur sama pentingnya dan tidak bisa menggantikan satu sama lainnya. Unsur hara sebagai bahan makanan, juga perlu tambahan senyawa bioaktif (zat perangsang tumbuh) untuk meningkatkan kualitas hormon dalam tanaman dan mempercepat reaksi biokimia dalam sel tanaman.
Mengapa pupuk hayati?
Pertanyaannya sekarang, mengapa pupuk hayati? Karena pupuk hayati bertindak sebagai penambat Nitrogen, pelarut Phospat dan Kalium. Pupuk hayati mampu menambat Nitrogen yang berlimpah ruah di alam bebas hingga mencapai 79%.
Pupuk hayati mampu melarutkan Phospat (P) dan Kalium (K) yang sangat berlimpah di lahan tanaman. Untuk diketahui bersama, pada dasarnya tanah pertanian kita kaya akan P tetapi tidak bisa termanfaatkan oleh tanaman. Kekayaan P dan K tersebut secara alami memang karena karakter tanah di Indonesia dan ditambah lagi berasal dari sisa yang selama ini disuplai oleh pupuk kimia sintetis pada saat pemupukan. Sayangnya dari total keseluruhan yang diberikan pupuk kimia ke tanah, P dan K hanya termanfaatkan oleh tanaman sekitar 30% saja dari total kandungannya. Selebihnya menjadi cadangan “deposit” tanah saja.
Dengan pupuk hayati, deposit P dan K mampu dilarutkan kembali oleh bakteri Pseudomonas, Bacillus dan lain-lain yang dikandungnya.
Lahan yang kronis akibat pemakaian pupuk kimia sintetis membutuhkan percepatan penyehatan. Maka sungguh sangat bijak jika kita memahami arti pupuk hayati yang mengandung bakteri seperti Azospirrilum, Azoctobacter, Rhizobium dan lain sebagainya.
Lahan dikatakan sakit, juga diakibatkan oleh kurangnya Zat Perangsang Tumbuh/Fitohormon organik seperti Sitokinin (Kinetin dan Zeatin), Auksin (IAA), Giberrelin (GA), Ethilena dan sejenisnysa. Zat-zat tersebut juga dipersembahkan oleh Pupuk Hayati. Bakteri Azospirrilum, Azoctobacter, Pseudomonas dan sejenisnya yang terkandung dalam pupuk hayati mampu menyediakan zat-zat tersebut secara optimal.
Ketersediaan fitohormon alami yang disekresikan oleh mikroba/pupuk hayati nyaris tidak tersedia di lahan pertanian intensif. Kondisi ini tentu menghambat kecepatan tumbuh tanaman maupun total produktivitas yang hendak dicapai oleh petani. Wajar jika kemudian untuk mengejar produktivitas sangatlah sulit, karena di negeri ini begitu minim pemakaian pupuk hayati.
Mikroba dan Pertumbuhan Tanaman
Berbagai hasil penelitian melaporkan bahwa beberapa kelompok mikroba mampu menghasilkan senyawa yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan. Bakteri ini dapat ditemukan dalam pupuk hayati Dinosaurus, karena kandungan mikroorganisme sangat lengkap.
Mungkin, perlu dipertimbangkan untuk memassifkan penggunaan pupuk hayati di kalangan petani dengan cara pemberian subsidi terhadap pemakaian pupuk hayati. Pemberian subsidi secara besar-besaran terhadap penggunaan pupuk hayati ini menjadi sangat penting untuk mengatasi multikompleksnya masalah-masalah pertanian tersebut.
Bukan sekedar memakai bakteri pengurai (Dekomposer) yang tujuannya untuk meningkatkan kadar C-Organiknya, tapi pupuk hayati menjadi kebutuhan mendasar untuk meningkatkan produktivitas lahan tanpa membutuhkan pupuk organik dalam jumlah besar.
Pupuk Hayati dengan populasi ekstrim sangat berarti bagi petani karena ibarat bisa menjadi pabrik NPK, zat perangsang tumbuh organik dan bio pestisida. Banyak penelitian merekomendasikan bahwa untuk tujuan efisiensi, efektivitas, ekonomis dan ramah lingkungan supaya memakai pupuk hayati secara besar-besaran dan berkelanjutan. Jauh lebih penting lagi untuk meningkatkan “kemesraan bersahabat” dengan lingkungan sebagai wujud idealnya usaha pertanian. Kasihi bumimu, maka bumi juga akan memberimu secara berlimpah.
Bagaimana dengan pupuk hayati Dinosaurus?
Pupuk hayati Dinosaurus mengandung berbagai jenis mikroba untuk menyuburkan tanah. Pupuk ini terbuat dari bahan-bahan alami terpilih warisan kearifan lokal. Artinya apa? Sumber -sumber ini mudah didapatkan di nusantara. Mikroba yang terkandung dalam pupuk ini bersimbiosis dengan akar tanaman. Sementara itu hasil metabolisme mikroba dapat menghasilkan enzim dan hormon yang merangsang pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat, besar dan kuat. Intinya antara lain adalah mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati Dinosaurus menjadi agen pembenah tanah yang bekerja selama 24 jam untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dn biologi tanah. Mikroba ini juga membantu proses dekomposisi zat organik menjadi hara tanah. Semoga pemahaman tentang pupuk hayati semakin jelas, dan mari kita kembali kepada pupuk saat bumi diciptakan. Salam Dino.-*** (Dari berbagai sumber).