Apa itu Regenerasi Petani dan Apa Manfaatnya Bagi Ketahanan Pangan

Saat ini, 70% petani di Indonesia adalah generasi tua. Mayoritas dari mereka adalah lulusan sekolah dasar. Muncul kekhawatiran ketika anak-anak muda tak mau menjadi petani. Rata-rata usia petani di seluruh dunia adalah 60 tahun. Tren urbanisasi juga berpengaruh dalam hal ini. Pada 2050, diperkirakan 70% penduduk tinggal di perkotaan. Bila pedesaan sepi, artinya akan semakin sedikit orang yang bertani.

Apa itu regenerasi petani?

Regenerasi petani adalah proses peremajaan industri pertanian yaitu ketika petani yang berusia lanjut digantikan oleh petani muda. Regenerasi petani memastikan Indonesia dan dunia akan selalu memiliki jumlah petani yang cukup. Sebab, peningkatan jumlah penduduk membuat kebutuhan pangan selalu naik. Jika tak ada cukup petani di dunia, artinya tak ada cukup bahan pangan yang diproduksi.

Karena itulah, regenerasi petani berdampak terhadap ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah ketersediaan bahan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Mutu bahan pangan tersebut harus baik, aman dikonsumsi, tersedia secara merata, dan terjangkau.

Baca juga: Urban Farming, Memenuhi Kebutuhan Pangan di Tengah Sempitnya Lahan Perkotaan

Namun, ada berbagai hambatan yang membuat anak muda tak mau menjadi petani. Untuk mengatasi hambatan ini, dibutuhkan kerja sama dari pemerintah dan berbagai pihak. Tujuannya, agar regenerasi petani tetap terlaksana dan ketahanan pangan negara terjamin.

Mengapa anak muda tak mau jadi petani?

Kurangnya informasi

Faktor utama dari rendahnya minat generasi muda untuk menjadi petani adalah kurangnya informasi. Selama ini, mayoritas lahan pertanian ada di Pulau Jawa. Sebanyak 50% produksi pangan dilakukan di Pulau Jawa. Bahkan, tiga provinsi dengan produksi beras tertinggi di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Hal ini membuat 

  1. Anak-anak muda di luar Pulau Jawa tidak menganggap pertanian sebagai salah satu opsi masa depan mereka. Sebab, mereka tidak tahu bahwa mereka memiliki peluang untuk bertani walau tidak berada di Pulau Jawa. Padahal, dengan jumlah penduduk yang besar dan terus meningkat, Indonesia sangat membutuhkan suplai bahan yang cukup.
  2. Mereka tidak tahu cara bertani atau cara menjual hasil panen. Orang dianggap tidak perlu bersekolah untuk menjadi petani. Karena itulah, kebanyakan petani di pedesaan tidak mengenyam pendidikan tinggi. Padahal, pendidikan yang tepat dapat menjadi bekal untuk bertani.
  3. Mereka tak punya akses pada informasi pertanian. Misalnya, dibanding menggunakan kalender tradisional atau melihat tanda-tanda alam, petani seharusnya KATAM. KATAM (kalender tanam terpadu) adalah inovasi yang dibuat oleh Kementerian Pertanian. Hasilnya lebih akurat dan akan sangat membantu petani agar hasil panennya lebih baik.

Baca juga: Apa Itu Pertanian Modern dan Apa Bedanya dengan Pertanian Tradisional

Hambatan-hambatan di atas dapat diatasi melalui penyuluhan pertanian. Pemerintah perlu lebih giat lagi untuk menurunkan tenaga-tenaga ahli pertanian ke berbagai daerah. Tak hanya memberikan edukasi dan informasi pertanian, penyuluhan juga dapat memotivasi generasi muda di pedesaan. Mereka memiliki kesempatan, peluang, dan masa depan dalam bertani.

Bahkan, jika mereka memiliki lahan yang terbatas, mereka dapat bertani dalam skala kecil. Mereka dapat bertani dengan tujuan utama meraih ketahanan pangan, bukan untung secara ekonomi. Dengan bertani, mereka memastikan ketersediaan pangan di lingkungannya. 

Baca juga: Ayo Bertanam Hidroponik: Pengertian, Cara, dan Faktor Kesuksesannya

Stigma buruk pertanian

Masalah yang yang dihadapi generasi muda dalam bertani adalah stigma buruk

  1. Bertani dianggap tidak menjamin kestabilan ekonomi karena sulit dilakukan.
  2. Bertani juga dianggap kurang prestise. Karena itulah, anak-anak muda lebih suka mengejar mimpinya dengan bekerja di kota besar.
  3. Bertani juga dianggap membutuhkan lahan yang luas agar sukses secara finansial. Pendapat ini salah.

Baca juga: Apa Itu Ecofarming dan Bagaimana Manfaatnya

Generasi muda dapat mulai bertani dengan lahan yang terbatas. Selain itu, bertani di lahan terbatas juga membutuhkan modal yang rendah. 

Kurangnya pendanaan

Masalah lain yang dihadapi anak muda adalah sulitnya mendapatkan pendanaan untuk mulai bertani. Bertani membutuhkan modal yang besar antara lain untuk tanah, benih, pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian. Namun, mereka tak tahu harus ke mana untuk meminjam modal bertani. Akibatnya, petani pun meminjam uang pada lintah darat di kampung dan terjerat utang dengan bunga tinggi.

Selain itu, anak muda mendapat tekanan baik dari lingkungan maupun pergaulan sebaya. Mereka ingin segera mendapat pekerjaan dan kestabilan finansial setelah lulus sekolah. Bila lama menganggur, mereka dianggap membebani keluarga. Karena itulah banyak anak-anak muda di pedesaan melakukan urbanisasi. Mereka menganggap hidup di kota lebih memberikan kepastian masa depan.

Oleh karena itu, untuk memastikan regenerasi petani, anak muda harus mendapat akses permodalan. Salah satu program pemerintah yang memberikan bantuan modal pada petani adalah on-farm. Program ini dijalankan melalui Perum Bulog. Petani akan mendapatkan pinjaman modal dan dapat menjual hasil panennya pada Perum Bulog.

Baca juga: Panduan Bertani untuk Pemula

Cara lain untuk mendapatkan bantuan modal adalah melalui P2P Lending. P2P Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman untuk melakukan perjanjian pinjam meminjam melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet. Saat ini banyak P2P Lending sudah mendapat izin dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). 

  1. iGrow

iGrow memastikan bahwa pendanaan yang dilakukan melalui platformnya berdampak bagi ketahanan pangan dan ramah lingkungan. iGrow telah menyalurkan dana sebesar Rp586,9 miliar.

  1. TaniFund

TaniFund adalah P2P Lending Agritech pertama yang mendapat izin usaha dari OJK. Saat ini TaniFund telah menyalurkan dana sebesar Rp513,8 miliar.

  1. Crowde

Crowde telah berdiri sejak 2021. Setiap petani bisa mendapatkan modal untuk bertani hingga Rp100 juta. 

Chinese (Simplified)EnglishIndonesian
×